Suren (Toona sureni)
Pohon suren tergolong pohon
besar dengan bentuk batang lurus bisa mencapai tinggi 40-60 m dengan tinggi
bebas cabang 25 m dan diameter 100 cm. Suren merupakan salah satu komoditi
kehutanan yang menghasilkan kayu bernilai ekonomi tinggi dan memiliki sifat
kayu yang baik (Mandang dan Pandit, 1997).
Pohon
suren memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, diantaranya di daerah sunda
disebut Kibeureum atau Suren, di daerah Kerinci disebut Ingu, di Madura disebut
Soren, di Sumba disebut Horeni atau Linu. Di Halmahera orang mengenalnya dengan
nama Huru. Kayu
suren berbau harum sehingga tahan terhadap serangan rayap. Tanaman ini tumbuh
pada daerah bertebing dengan ketinggian 600-2.700 mdpl dengan temperatur
sekitar 22 ÂșC (Djam’an 2002).
Jenis
suren di Indonesia
Dalam Darmawanti
(2003) menyatakan di Indonesia dikenal dua jenis genus Toona yaitu Toona
sinensis dan Toona sureni. Kedua jenis tersebut sangat sulit untuk
dibedakan. Tetapi jika dilihat secara jeli terdapat perbedaan pada daun dan
buahnya. Tulang daun pada Toona sinensis
terdapat
bulu-bulu halus. Sedangkan pada Toona sureni
tidak
terdapat bulu-bulu halus. Buah dari Toona sinensis
terdapat
pada ujung ranting, sedangkan Toona sureni
terdapat
pada batangnya. Putri (2012) menyampaikan Jarak antar nodul pada T.sinensis antara
0,2 – 0,5 cm sedangkan jarak
antar nodul pada T.sureni adalah antara 5 - 10 cm.
Deskripsi
suren (Toona sureni Merr)
Setiawati et al (2008) menyatakan suren yang memiliki nama daerah
surian dan surian amba dari suku Meliaceae dan bangsa Sapindales memiliki
ciri-ciri: tumbuh dengan tinggi 35 sampai 40 m dengan diameter hingga mencapai
100 cm, berbanir, permukaan kayu biasanya pecah-pecah dan berserpihan,
keputihan, coklat keabu-abuan atau coklat muda dengan aroma kuat ketika
ditebang. Sistematika tumbuhan jenis surian atau suren menurut Departemen Kehutanan (2002)
diklasifikasikan kedalam:
Super Divisi :Spermatophyta
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Sub Kelas :Rosidae
Ordo :Sapindales
Famili :Meliaceae
Genus :Toona
Spesies :Toona sureni (Blume) Merr.
Pohon suren menyebar secara alami di Sumatera, Kalimantan Timur,
Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Sifat
pohon suren dapat tumbuh baik di tempat-tempat terbuka dan mendapatkan cahaya
langsung (<1200 m dpl). Pohon suren termasuk jenis yang tumbuh cepat, dengan
batang lurus, bertajuk ringan, berakar tunggang dalam, dan berakar cabang banyak
(Departemen Kehutanan, 2002).
Morfologi
suren (Toona sureni Merr)
Pohon suren memiliki
karakter khusus seperti
harum yang khas apabila bagian
daun atau buah diremas dan pada saat batang dilukai atau ditebang. Suren
merupakan jenis pohon intoleran yaitu suatu jenis pohon yang tidak mampu
bertahan dibawah naungan (Siahaan et al, 2015). Dalam Djam’an
(2002) menyampaikan ciri ciri dari pohon suren, yaitu :
1.
Batang
Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40 sampai 60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat.
Batang berbanir mencapai 2 m.
2.
Daun
Daun pohon suren berbentuk oval dengan panjangnya
10-15 cm, letak
daunnya duduk menyirip tunggal dengan
8-30 pasang daun pada pohon berdiameter
1-2 m.
3.
Bunga
Kedudukan bunga adalah terminal, dimana
keluar dari ujung batang pohon. Susunan bunga membentuk malai sampai 1 meter.
4.
Buah
Musim buah 2 kali dalam setahun yaitu bulan Desember-Februari dan April-September, dihasilkan dalam bentuk rangkaian
(malai) seperti rangkaian bunganya dengan jumlah lebih dari 100 buah pada setiap malai. Buah berbentuk oval, terbagi menjadi 5 ruang secara vertikal,
setiap ruang berisi 6-9 benih. Buah masak ditandai dengan warna kulit buah berubah dari hijau menjadi coklat tua kusam dan
kasar, apabila pecah akan terlihat seperti bintang.
5. Benih
Warna benih coklat, panjang benih 3-6 mm, lebarnya 2-4 mm dan pipih, bersayap pada satu sisi sehingga
benihnya akan terbang terbawa angin. Berbunga 2 kali dalam setahun yaitu bulan Februari-Maret dan September-Oktober.
Penyebaran dan habitat suren
Jenis ini menyebar di
Nepal, India, Bhutan, Myanmar, Indo-China, Cina Selatan, Thailand dan sepanjang
Malaysia hingga barat Papua Nugini. Di Indonesia menyebar di Sumatra, Jawa, dan
Sulawesi yang beriklim A-C (Schmidt dan Ferguson). Jenis ini dijumpai di
hutan-hutan primer maupun sekunder, dan banyak tumbuh di hutan pedesaan (Djam’an,
2002). pada umur 12-15 tahun,
pohon suren sudah
dapat menghasilkan kayu (Sutisna et al,
1998)
Pohon suren
dapat dimanfaatkan hasil kayu maupun non kayunya, banyak literatur yang
menjelaskan berbagai pemanfaatan bagian-bagian dari pohon suren,
pada berbagai daerah di Indonesia, diantaranya:
1. Pengolahan
kayu sebagai bahan baku pertukangan. Kholibrina (2009) menyatakan, di Danau Toba kayu
suren digunakan sebagai bahan baku kapal
kayu, perumahan, dan perabotan.
2. Penyulingan.
Sutisna et al (1998) menyatakan,
kulit batang dan buah suren dapat disulingkan menjadi minyak essensial.
3. Kulit dan akar pohon suren dapat dimanfaatkan
untuk bahan baku obat diare, ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan
bioinsektisida, (Sutisna et al,
1998).
4. Dalam
Hua dan Edmons (2008) menjelaskan kulit batangnya dijadikan obat kelat dan
penjernih, tepung dari akarnya digunakan sebagai penyegar dan diuretik, dan
daun mudanya digunakan sebagai obat kembung.
5. Kulit
batang pohon suren sering digunakan petani di Jawa Barat untuk mengendalikan
walang sangit pada tanaman padi (Prijono, 1999).
6. Bagian
kulitnya digunakan untuk menyembuhkan berbagai penyakit, misalnya oleh suku
Rejang Lebong (Bengkulu) untuk mules, suku Jawa untuk demam, suku Bali untuk
kencing manis (diabetes mellitus) dan digunakan oleh suku Samawa (NTB)
untuk menyembuhkan penyakit gondok (Sangat et al, 2000).
7. Ekstrak
daunnya memiliki aktivitas antibiotik terhadap Staphylococcus,
dengan
melaburkan ramuan ujung daun suren
pada luka yang mengalami
pembengkakan (Hua dan Edmons, 2008).
8. Suren
dapat berfumgsi sebagai tanaman hias dan pengusir nyamuk dengan meletakkannya
di ujung ruangan dalam rumah. Untuk penempatan diluar
ruangan, diletakkan di dekat pintu,
kulit dan buahnya dapat digunakan sebagai minyak atsiri (Rauf, 2011).
Darmawati,
F, D. 2002. Informasi Singkat Benih. Bogor: Balai Penelitian dan
Pengembangan Tegnologi Pembenihan.
Departemen
Kehutanan. 2002. Pedoman Pembuatan dan Pengukuran Petak Ukur Permanen (PUP)
untuk Pemantauan Pertumbuhana dan Riap Hutan Alam Tanah Kering Bekas Tebangan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta.
Djam’an, D, F.
2002. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan. Peter Ochsner,
IFSP. Bogor.
Hua
dan J, Edmonds. 2008. Toona Meliaceae. Diakses dari
http://hua.huh.harvard.edu/china/mss/volume11/Meliaceae.pdf. 11:114
[27 Maret 2017].
Mandang, V, I
dan Pandit. 1997. Pedoman Indentifikasi
Jenis Kayu di Lapangan. Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan.
Yayasan PROSEA Indonesia. Bogor.
Kholibrina, C.
2009. [agronomia] Menanam Ingul/Suren. Diakses dari https;//mail-archive.com.
Pada tanggal 24 Maret 2017. Pukul 16.30 WIB.
Putri, I, A dan Jayusman. 2012. Inisiasi
Tunas Aksiler Serta Kalus Toona sinensis dan Toona sureni Dengan
Sumber Bahan Stek Cabang. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol 6 (3): 167 –
180.
Prijono, D.
1999. Penuntun Praktikum Pengujian Insektisida. Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Rauf, A. 2011.
Sistem Agroforestri: Upaya Pemberdayaan Lahan Secara Berkelanjutan. USU Press.
Medan.
Sangat, H, M., E,
A, M, Zuhud., E, K, Damayanti. 2000. Kamus
Penyakit dan Tumbuhan Obat Indonesia (Etnofitomedika). Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Setiawati, W.,
R, Murtiningsih., N, Gunaeni Dan Rubiati, T. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara Pembuatannya Untuk Pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT): Agro Inovasi.
Siahaan A., Indriyanto., dan A, Setiawan. 2015. Densitas Pohon DEWASA dan
Permudaan Pulai (Alstonia scholaris) dan Suren (Toona sureni) Dalam
Blok Koleksi Tumbuhan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Jurnal Sylva
Lestari ISSN 2339-0913 Vol. 3 (1): 91—102.
Sutisna, U., K, Titi.,
dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia (Seri
Manual). Yayasan PROSEA. Bogor.